Adab Makan Dan Minum Dalam Syariat Islam

21 jam yang lalu
38
6 menit baca
Adab Makan Dan Minum Dalam Syariat Islam

🔖 Pendahuluan

Makanan dan minuman adalah salah satu nikmat besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang patut untuk disyukuri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu benar-benar menyembah kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 172)

Pertanyaannya adalah: Bagaimanakah kita bersyukur dengan nikmat makanan tersebut? Dalam tulisan yang singkat ini akan dibahas salah satu bentuk rasa syukur terhadap nikmat makanan, yaitu dengan menunaikan adab-adabnya.


🤲 Rukun Kesyukuran

Tidaklah seseorang dikatakan bersyukur dengan nikmat makanan dan minuman kecuali terpenuhi padanya tiga rukunnya, yaitu:

  1. Bersyukur dengan hati, yaitu dengan meyakini bahwasanya nikmat makanan dan minuman tersebut datangnya dari Allah.
  2. Bersyukur dengan lisan, yaitu dengan banyak berzikir menyebut nama Allah, Zat yang telah memberikan kenikmatan berupa makanan dan minuman, baik sebelum maupun setelah makan dan minum.
  3. Bersyukur dengan amalan, yaitu dengan cara menjadikan nikmat makanan dan minuman tersebut sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Bagaimanakah cara agar kita bisa menjadikan makanan dan minuman yang telah Allah berikan kepada kita sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah? Maka salah satu jawabannya adalah dengan menjaga adab-adab ketika makan dan minum, sehingga kita akan mendapatkan pahala dari makanan dan minuman yang kita nikmati tersebut.

Berikut ini beberapa penjelasan tentang adab-adab makan dan minum sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.


📜 Adab-Adab Makan dan Minum

1. Memilih makanan dan minuman yang halal dan baik

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِي الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّه لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)

2. Meniatkan untuk menguatkan badan agar bisa beribadah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَال بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكلٍّ اِمْرِءٍ مَا نَوَى

“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang (akan mendapatkan balasan) sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Al-Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907).

3. Mencuci tangan terlebih dahulu

Sebagaimana ‘Aisyah radhiyallahu ’anha berkata:

كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَ هُوَ جُنُبٌ تَوَضَّأَ، وَإِذَا َأرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَشْرَبَ قالت: غَسَلَ يَدَيْهِ ثُمَّ يَأْكُلُ أَوْ يَشْرَبُ

“Dahulu Beliau (Rasulullah) apabila hendak tidur sedangkan beliau dalam keadaan junub, maka beliau berwudu (terlebih dahulu), dan apabila hendak makan atau minum, maka beliau mencuci kedua tangannya (terlebih dahulu) kemudian beliau makan atau minum.” (HR. An-Nasa’i, no. 257, dan Ahmad, no. 24420).

4. Duduk dan tidak bersandar ketika makan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ آكُلُ مُتَّكِئًا إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ آكُلُ كَمَا يَأْكُلُ الْعَبْدُ وَأَجْلِسُ كَمَا يَجْلِسُ الْعَبْدُ

“Aku tidak pernah makan sambil bersandar, aku hanyalah seorang hamba, aku makan sebagaimana layaknya seorang hamba dan aku pun duduk sebagaimana layaknya seorang hamba duduk.” (HR. Al-Bukhari, no. 4979).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكمْ قَائِمًا، فَمَنْ نَسِيَ فَلْيَسْتَقِىئ

“Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian minum dalam keadaan berdiri, maka barangsiapa yang lupa maka hendaklah dia memuntahkannya.” (HR. Muslim, no. 2026).

5. Jangan mencela makanan

Sebagaimana Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu berkata:

مَا عَابَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعاَماً قَطُّ إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَ إِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan, apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berselera (menyukai makanan yang telah dihidangkan), beliau memakannya, sedangkan kalau tidak suka (tidak berselera), maka beliau meninggalkannya.” (HR. Al-Bukhari, no. 3563 dan Muslim, no. 2064).

6. Makan secara berjamaah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اِجْتَمِعُوْا عَلَى طَعاَمِكُمْ وَاذْكروا اسمَ اللهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيْهِ

“Berkumpullah kalian dalam menyantap makanan kalian (bersama-sama), dan sebutlah nama Allah padanya (karena) di dalam makan bersama itu akan memberikan berkah kepada kalian.” (HR. Abu Dawud, no. 3272).

7. Menyebut nama Allah sebelum makan dan minum

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللهِ تَعَالَى، فَإِذَا نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ: بِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

“Apabila salah seorang di antara kalian hendak makan, maka hendaklah dia menyebut nama Allah (ucapkanlah: ‘Bismillah’) dan jika ia lupa untuk mengucapkan bismillah di awal makan, maka hendaklah ia mengucapkan: ‘Bismillahi awwalahu wa akhirahu’ (dengan menyebut Nama Allah di awal dan akhirnya).” (HR. Abu Dawud, no. 3767; At-Tirmidzi, no. 1858; Ad-Darimi, no. 2026; dan Ahmad: 6/143).

8. Makan dengan menggunakan tangan kanan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَا غُلاَمُ سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ

“Wahai anak muda, sebutlah Nama Allah (ucapkanlah ‘Bismillah’), makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu.” (HR. Al-Bukhari, no. 5376 dan Muslim, no. 2022).

9. Makan dari bagian yang terdekat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْبَرَكَةُ تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ فَكُلُوْا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوْا مِنْ وَسَطِهِ

“Keberkahan itu turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari pinggir piring dan janganlah memulai dari bagian tengahnya.” (HR. Al-Bukhari, no. 5456 dan Muslim, no. 2031).

10. Tidak meniup makanan atau minuman yang masih panas

Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ’anhu berkata:

نَهَى عَنِ النَّفْخِ فِي الشُّرْبِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk meniup (dalam gelas) ketika minum.” (HR. At-Tirmidzi, no. 1887).

Abdullah Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ’anhuma juga berkata:

نَهَى أَنْ يُتَنَفَّسَ فِي اْلإِناَءِ أَوْ يُنْفَخَ فِيْهِ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk bernapas (menghirup udara) di dalam gelas (ketika minum) dan meniup di dalamnya.” (HR. At-Tirmidzi, no. 1888; Abu Dawud, no. 3728; Ibnu Majah, no. 3429; dan Ahmad: 1/220).

11. Mengakhiri makan dengan pujian kepada Allah

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنَ أَكَلَ طَعَاماً وَقَالَ: (اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنِيْ هَذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ) غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa sesudah selesai makan berdoa: ‘Alhamdulillaahilladzi ath‘amani hadza wa razaqaniihi min ghairi haulin minni walaa quwwatin’ (Segala puji bagi Allah yang telah memberi makanan ini kepadaku dan yang telah memberi rezeki kepadaku tanpa daya dan kekuatanku), niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Abu Dawud, no. 4023; At-Tirmidzi, no. 3458; Ibnu Majah, no. 3285; dan Ahmad: 3/439).

Dan apabila meminum susu, maka ucapkanlah doa setelah meminumnya, yaitu:

اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَزِدْنَا مِنْهُ

“Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami pada apa-apa yang telah Engkau rezekikan kepada kami dan tambahkanlah (rezeki) kepada kami darinya.” (HR. Abu Dawud, no. 3730 dan At-Tirmidzi, no. 3451).

12. Tidak berlebih-lebihan dalam makanan dan minuman

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

“Makanlah dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ حَسْبُ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekadar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman, dan sepertiga lagi untuk napasnya.” (HR. Ahmad: 4/132 dan Ibnu Majah, no. 3349).


💡 Penutup

Demikian sekelumit tentang adab-adab makan dan minum berdasarkan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika kita mau lebih mendalami lagi, maka tentunya di sana masih banyak lagi adab-adab yang belum tertulis dalam artikel ini. Akan tetapi, semoga yang sedikit ini bermanfaat dan bisa untuk diamalkan, sehingga meskipun makan dan minum itu adalah murni urusan duniawi, kita bisa meraih pahala dengan melaksanakan sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika makan dan minum.

Akhirnya kita memohon kepada Allah agar ilmu kita bermanfaat dan semoga Allah mengajarkan kepada kita perkara-perkara yang bermanfaat serta menambahkan kepada kita ilmu.

اَللَّهُمَّ انْفَعْنِيْ بِمَا عَلَّمْتَنِيْ، وّعَلِّمْنِيْ مَا يَنْفَعُنِي، وَزِدْنِيْ عِلْمًا

“Ya Allah berikanlah manfaat dengan ilmu yang telah Engkau ajarkan kepada kami, dan ajarkanlah kepadaku sesuatu yang bermanfaat bagiku, dan tambahkanlah kepadaku ilmu.” (HR. At-Tirmidzi, no. 3599 dan Ibnu Majah, no. 3833).


📚 Referensi

  • Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. (1949). Al-Musnad. Mesir: Daar Al-Ma’arif.
  • Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. (2001). Sahih al-Bukhari. Kairo: Dar Taqwa al-Najah.
  • Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. (2007). Al-Adabu Al-Mufrad. Mesir: Syirkatul Qudsi.
  • Al-Hajjaj, Muslim bin. (2004). Sahih Muslim. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-‘Arabi.
  • Al-Qur’an Al-Karim. (1980). Beirut: Al-Maktab Al Islami.
  • At-Tirmidzi, Muhammad bin Isa. (1975). Sunan At-Tirmidzi. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-‘Arabi.
  • Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid. (1978). Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar Ihya al-Turath al-‘Arabi.
  • Sulaiman bin Al-Asy'ats Abu Dawud. (1990). Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar Al-Fikr.

✍️ Penulis:

Abdul Fattach I. Dien, S.Pd.I.
(Pengajar Pondok Pesantren Al Madinah, Nogosari)

Download PDF